Ketahuilah, sebelum berkata-kata, sesungguhnya kata-kata itu tawanan kita. Akan tetapi, sesudah ia terlontar dari lisan, justru kitalah yang ditawan oleh kata-kata sendiri. Buktinya, betapa banyak orang yang sengsara, menanggung malu, terbeban batinnya, bahkan membuat nyawanya melayang gara-gara kata-kata salah ucap, yang keluar dari mulutnya sendiri. Begitu banyak contoh nyata dalam kejadian atau kehidupan sehari-hari yang boleh membuktikan semua ini.
Mungkin suatu ketika kita terbaca di Koran tentang isu pergaulan bebas para remaja. Biasanya mulut ini begitu gatal untuk segera memberikan pendapat. Mereka sebenarnya adalah korban dari ketidak mampuan ibu bapak mereka dalam mendidik anak-anak mereka sendiri. Atau, kadangkala kita berkumpul bersama teman-teman, tidak bisa tidak, kita sering antara sadar dan bahkan menikmati, terjebak dalam perbuatan ghibah, mengumbar-umbar aib orang lain dan keburukan orang lain, teman,atau bahkan beberapa sikap perilaku ibu bapak sendiri yang dalam penilaian hawa nafsu kita, tidak kita sukai.
Nah, apabila kita acap atau kerap kali mudah menggelincirkan lisan ini kedalam perbuatan-perbuatan demikian,maka pertanyaan yang harus segera diajukan terhadap diri sendiri adalah, patutkah saya berkata-kata?, mengapa aku harus terikut-ikut memberikan penilaian, padahal kita sendiri mungkin tidak tahu permasalahan yang sebenarnya? Subhanallah! Siapapun yang ingin memiliki lisan yang bernilai serta kata-kata yang mengandung kekuatan hebat untuk mengubah orang lain menjadi lebih baik, satu hal yang harus direnungkan, yakni bahwa kekuatan terbesar daripada kata-kata kita adalah harus membuat orang senantiasa mendapatkan manfaat dari apapun yang kita ucapkan.
Kalau hanya sekadar berkata-kata, padahal kita sendiri tidak tahu ia membawa manfaat atau tidak maka sebaiknya kita diam saja. Berkata-kata itu baik dan boleh-boleh saja, namun diam itu jauh lebih baik jika kata-kata yang kita ucapkan itu tidak membawa manfaat. Kalaupun kita memandang perlu untuk berkata-kata, maka sebaiknya berikan yang terbaik kepada orang yang mendengarkannya dengan kata-kata yang indah, paling tulus, paling bersih dari segala niat dan motivasi yang tidak lurus. Usahakanlah kata-kata yang keluar daripada lisan ini kita kemas sedemikian rupa, sehingga membawa manfaat dan maslahat atau faedah baik bagi diri sendiri maupun bagi jalan hidup serta tumbuhnya motivasi, kehendak, ataupun tekad seseorang.
Mungkin suatu ketika kita terbaca di Koran tentang isu pergaulan bebas para remaja. Biasanya mulut ini begitu gatal untuk segera memberikan pendapat. Mereka sebenarnya adalah korban dari ketidak mampuan ibu bapak mereka dalam mendidik anak-anak mereka sendiri. Atau, kadangkala kita berkumpul bersama teman-teman, tidak bisa tidak, kita sering antara sadar dan bahkan menikmati, terjebak dalam perbuatan ghibah, mengumbar-umbar aib orang lain dan keburukan orang lain, teman,atau bahkan beberapa sikap perilaku ibu bapak sendiri yang dalam penilaian hawa nafsu kita, tidak kita sukai.
Nah, apabila kita acap atau kerap kali mudah menggelincirkan lisan ini kedalam perbuatan-perbuatan demikian,maka pertanyaan yang harus segera diajukan terhadap diri sendiri adalah, patutkah saya berkata-kata?, mengapa aku harus terikut-ikut memberikan penilaian, padahal kita sendiri mungkin tidak tahu permasalahan yang sebenarnya? Subhanallah! Siapapun yang ingin memiliki lisan yang bernilai serta kata-kata yang mengandung kekuatan hebat untuk mengubah orang lain menjadi lebih baik, satu hal yang harus direnungkan, yakni bahwa kekuatan terbesar daripada kata-kata kita adalah harus membuat orang senantiasa mendapatkan manfaat dari apapun yang kita ucapkan.
Kalau hanya sekadar berkata-kata, padahal kita sendiri tidak tahu ia membawa manfaat atau tidak maka sebaiknya kita diam saja. Berkata-kata itu baik dan boleh-boleh saja, namun diam itu jauh lebih baik jika kata-kata yang kita ucapkan itu tidak membawa manfaat. Kalaupun kita memandang perlu untuk berkata-kata, maka sebaiknya berikan yang terbaik kepada orang yang mendengarkannya dengan kata-kata yang indah, paling tulus, paling bersih dari segala niat dan motivasi yang tidak lurus. Usahakanlah kata-kata yang keluar daripada lisan ini kita kemas sedemikian rupa, sehingga membawa manfaat dan maslahat atau faedah baik bagi diri sendiri maupun bagi jalan hidup serta tumbuhnya motivasi, kehendak, ataupun tekad seseorang.
Percayalah, diam itu emas. Orang yang sanggup memelihara lisannya akan lebih kuat wibawanya daripada orang yang gemar menghamburkan kata-kata, tetapi kosong makna. Berusahalah senantiasa agar kata-kata yang kita ucapkan benar-benar bersih dari penambahan-penambahan dan rekayasa-rekayasa yang tiada artinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar